Minggu, 23 Agustus 2009

LDR: “Lupa Dari Rakyatnya”

Oleh Said Achmad Kabiru Rafiie

20 August 2009, 08:41 Opini Administrator

PERBANKAN merupakan tulang pungung perekonomian suatu Negara, karena memiliki fungsi intermediasi atau perantara antara pemilik modal (fund supplier) dengan penguna dana (fund user). Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.
Bank dalam kegiatan usahanya,dapat menganut dual bank system, yaitu bank umum dapat melaksanakan kegiatan usaha bank konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah. Sementara prinsip kegiatan BPR dibatasi pada hanya dapat melakukan kegiatan usaha bank konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Indicator perbankan dalam menjalankan fungsi intermediasinya dapat dilihat dari persentase antara jumlah dana yang terhimpun dengan jumlah dana yang disalurkan.

Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah perimbangan antara jumlah dana yang dihimpun oleh perbankan dengan jumlah dana yang disalurkan, (Taswan). Berdasarkan Laporan dari Bank Indonesia, jumlah dana yang terhimpun dari masyarakat di Aceh pada tahun 2008 mencapai Rp 28 triliun lebih. Sementara jumlah dana kredit yang disalurkan hanya Rp, 9 triliun, sehingga Rasio antara jumlah dana yang terhimpun dengan jumlah kredit yang disalurkan hanya berkisar 45,9 persen lebih rendah dari LDR secara nasional yang mencapai 69,8 persen.

Nah, dari indicator itu dapat dianalisis bahwa dana tidur di perbankan sangat tinggi mencapai 50 persen lebih. Dana tidur tersebut di antaranya berasal dari Dana Pemerintah Daerah yang ditempatkan dalam SBI (sertifikat Bank Indonesia). Tidak hanya rasio LDRnya yang rendah dari 45,9 persen kredit yang disalurkan, sebagian besar dialokasikan untuk sector konsumtif yang berjumlah 55 persen. Ini artinya sebagian besar kredit dikuncurkan digunakan untuk membeli barang kosumsi seperti sepeda motor, televisi,, dan lain-lainya yang tidak berdampak langsung terhadap sektor produksi.

Hanya sebagian kecil kredit yang disalurkan ke sector investasi yaitu 10 persen, sehingga mengundang pernyataan ketua BPK, bahwa pemerintah Daerah provinsi/kota/kabupaten lebih tertarik menempatkan dananya di Bank Indonesia dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia daripada menyalurkannya ke sector yang produktif (Serambi Indonesia, 17/08/09). Secara gambling dikatakan telah memakan uang riba. Hal ini sangat meprihatikan kita semua. Pertama, keberadaan dana tidur di perbakan tidak memberikan efek stimulus kepada masyarakat karena sifatnya tidak produktif, malahan sebaliknya keberadaan uang pemerintah di SBI yang notabenya uang rakyat membebankan Negara karena Negara harus membayar bunga SBI setiap bulannya.

Kedua, keberadaan uang pemda dalam SBI sangat kotraproduktif dengan tujuan pembangunan, kita tidak boleh melupakan akan nasib 10 persen lebih penganguran di Aceh (sumber: BPS). Kondisi itu yang sampai sekarang belum mendapatkan lapangan pekerjaan, yang hari ini masih terlunta-lunta, duduk di pelosok-pelosok desa, dan lulusan penguruan tinggi yang menenteng izajah mencari kerja.

Kebutuhan masyarakat terhadap lapangan kerja harus dipikirkan secara bijaksana oleh Pemerintah daerah bersama perbankan. Perbankan juga harus ingat akan fungsi sebagai agen pembangunan nasional, bukan hanya mencari keuntungan profit semata. Selanjutnya, keberadaan uang tidur di perbankan juga melukai rasa keadilan masyarakat yang hari ini masih putus sekolah karena terkendala biaya pendidikan, melukai perasaan para ibu yang anaknya kekurangan gizi, dan melukai perasaan seorang petani yang gagal panen karena tidak sanggup membeli pertisida hama dan kekurangan pupuk.

Perbankan harus lebih pro aktif bersama dengan pemerintah daerah dalam menyalurkan kredit terutama ke sector-sektor yang produktif seperti sector pertanian, perkebunan, dan kelautan yang sangat kaya akan potensi di Aceh. LDR perbankan di Aceh harus mampu pencerminan kekuatan perbankan dalam menjaga likuiditas dan kehati-hatiannya. Singkatan LDR yang dibiaskan menjadi “Lupa dari Rakyat” bisa dihilangkan dengan meningkatnya kredit ke sector yang produktif di Aceh.

Ekonomi yang ambruk terjadi di Amerika tahun 1930-an ketika Perbankan dan pasar modal ambruk total, terjadi depresi ekonomi yang sangat parah dengan angka penganguran mencapai 25 persen lebih. Keadaan itu sering dikatakan bawha resesi ekonomi tahun 1930 sebagai tsunami ekonomi Amerika.

Untuk menanggulangi “tsunami” ekonomi AS, pemerintah Amerika di bawah Franklin D Roosevelt membelanjakan anggaran pemerintah secara besar-besaran di sector public dengan membangun sector pertanian, membangun jalan ke seluruh pelosok Amerika , meningkatkan mutu pendidikan dengan mendirikan sekolah, menyekolahkan guru-guru terbaik yang akan membawa kemajuan dan berkembangan, membantu industry dalam mengembangkan usahanya sehingga dengan kebijakan ini mampu menyerap tenaga kerja dalam waktu yang singkat serta menyelamatkan Amerika dari depresi ekonomi.

Program 100 harinya yang terkenal adalah memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan pasar modal, membnetuk lembaga penjaminan nasabah, dan meloloskan undang-undang recovery act yang memberi mandat kepada presiden untuk menjalankan program New Deal yang sangat terkenal karena mampu membawa Amerika sebagai Negara Industri sekaligus pemenang perang dunia ke II.

Untuk merecovery Aceh setelah konflik 30 tahun lebih, dan setelah smong pada Desember 2004 lalu, sejatinya perbankan dan pemerintah dapat menjadi tulang punggung bagi pembangunan Aceh di masa yang akan datang. Pembangunan yang akan membawa Aceh menjadi daerah yang adil, makmur dan sejahtera sebagaimana sejarah zaman dahulu Sultan Iskandar Muda menjadikan Aceh sebagai sebuah bandar perdagangan Internasional yang dikenal hingga ke pelosok dunia. Semoga!.

* Penulis adalah mahasiswa Master Economics A&M University, USA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar